Sabtu, 11 Januari 2020

Makalah tentang undang- undang keselamatan dan kesehatan kerja yang dikeluarkan oleh kementerian indonesia


MAKALAH TENTANG UNDANG – UNDANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA YANG DIKELUARKAN OLEH KEMENTERIAN INDONESIA


Disusun Oleh:
                                                         Nama     : Rony Fajar Setiawan
                                                         NPM      : 26416678
                                                         Kelas     : 4IC03


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2019


KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah nya yang sangat besar sehingga pada akhirnya saya bisa membuat makalah tentang Undang – undang Kesehatan dan Keslamatan Kerja (K3) yang dikeluarkan oleh Kementerian Indonesia.
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen saya Bapak Haris Rudianto dan teman yang selalu memberikan dukungan serta masukan sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik. Semoga makalah yang telah saya susun ini turut memperkaya khazanah ilmu serta bisa menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca.
Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Saya juga menyadari bahwa makalah ini juga masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu saya mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sekalian demi penyusunan makalah ini agar menjadi makalah yang sempurna .

DAFTAR ISI
                                                                                                                     Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................  i
DAFTAR ISI..........................................................................................................  ii

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………...   1

1.1              Latar Belakang…………………………………………………..   1
1.2              Tujuan …………………………………………………………..   2
1.3              Batasan ………………………………………………………….  2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................     3
            2.1       Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja …………………...    3
            2.2       Standar keselamatan dan kesehatan kerja ………………………    3
            2.3       Peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja ……………    5
2.3.1        Undang undang NO.1 Tahun 1970 Tentang keselamatan kerja ……………………………………………………............  6
2.3.2        Undang – undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan …………………………………………………................ 11
2.3.3        Peraturan pemerintah terkait keselamatan dan kesehatan kerja ……………………………………………………...........  23
2.3.4        Peraturan menteri terkait keselamatan dan kesehatan
kerja ……………………………………...…………….... 24

BAB 3 KESIMPULAN ...……………………………………………………… 25
DAFTAR PUSTAKA ...………………………………………………………..  26


BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang

UUD 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi setiap masyarakat. Pekerjaan akan memenuhi kelayakan bagi setiap masyarakat apabila keselamatan tenaga kerjanya terjamin. Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia harus selalu dikembangkan, diberikan perlindungan terhadap pengaruh teknologi kerja dan lingkungan serta diberikan perawatan dan rehabilitas.Perlindugan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan tersebut dimaksudkan agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas.
Departemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja dan departemen-departemen lain serta pihak swasta sudah mengatur keselamatan dan kesehatan kerja sehingga diharapkan pembentukan pekerja yang sehat dan bekerja dengan nyaman dapat terealisasikan semaksimal mungkin. Dengan adanya undang – undang yang dikeluarkan oleh kementerian Indonesia, maka para pekerja karyawan dan buruh maka kehidupan dan kesejahteraan para pekerja tersebut lebih terjamin dan terarah.

1.2    Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mengetahui dan memahami standar dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja.
2.   Mengetahui undang-undang yang mengatur standar dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja.

1.3    Batasan Masalah

Pembahasan makalah ini hanya terpusat pada standar dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi undang-undang yang mengaturnya dan berkaitan dengan prodi teknik mesin.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Risiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. (Mondy, 2008)
Kesehatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Risiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik. (Mondy, 2008)

2.2 Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Standar adalah sebuah patokan yang diterima dan disetujui untuk mengukur sesuatu kuantitas dan kualitas. Standar kualitas menyatakan sesuatu secara spesifik tetapi tanpa kuantitas yang eksak. (Wigati, 2004)
Standar ini dikategorikan menjadi dua, yaitu :
1.    Standar berdasarkankonsensus, ialahstandar yang disetujui oleh sekelompok orang, namun pemakaiannya tidak ditentukan oleh undang-undang
2.    Standar di bawah peraturan, adalah standar yang pemakaiannya diwajibkan oleh pemerintah
Selain penggolongan standar ke dalam standar konsensus dan standar di bawah peraturan, masih ada penggolongan lain dengan dasar yang lain, yaitu :
1.      Standar spesifikasi, ialah standar yang menerangkan kondisi fisis.
2.      Standar peforma, ialah standar yang menentukan bagaimana sesuatu pekerjaan itu harus dilaksanakan atau apakah yang harus dicapai.
Menurut Wibowo (2018), standar keselamatan dan kesehatan kerja adalah dokumen tertulis yang dimaksud untuk menjaga kualitas suatu produk tertentu. Tenaga kerja yang sehat dan selamat di tempat kerja serta optimal produktivitasnya. Standar keselamatan dan kesehatan kerja mencakup hal-hal sebagai berikut.
1.      Standar Manajemen
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja, standar manajemen adalah bagian sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perancangan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur ,dan pemeliharaan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna tercapainya tenaga kerja yang sehat, aman, efesien dan produktif.
2.      Standar Personal
Standar personal mencakup hal-hal sebagai berikut.
1)      Sehat badan jasmani dan rohani.
2)      Ahli di bidang pekerjaannya.
3)      Berpendidikan setara dengan pekerjaannya.
4)      Ulet dan disiplin.
5)      Mempunyai motivasi yang mencukupi.
6)      Terlatih bekerja dengan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja.
3.      Standar Lingkungan Tempat Kerja
Standar lingkungan tempat kerja mencakup hal-hal sebagai berikut.
1)      Standar potensi bahaya faktor fisika di tempat kerja
2)      Standar potensi bahaya faktor kimia di tempat kerja
4.      Standar Peralatan Kerja
Permenakertrans No per-01/men/1980
Bab 2 tentang tempat kerja dan alat alat kerja pasal 5 yang berbunyi :
1)      Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana untuk keperluan keluar masuk dengan aman
2)      Tempat-tempat kerja, tangga-tangga, lorong-lorong dan gang- gang tempat bekerja atau sering dilalui, harus dilengkapi dengan penerangan yang cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2.3 Peraturan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting dan harus mendapatkan perhatian serius. Perhatian dunia internasional terhadap keselamatan dan kesehatan kerja semakin tinggi sejak lahirnya Occupational and Safety Management Systems atau sering disingkat OHSAS 18001: 1999 diterbitkan oleh British Standard International (BSI) dan badan-badan sertifikasi dunia yang berisi standard manajemen K3. Indonesia juga memiliki perhatian serius terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkan nya beberapa aturan yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja. (Triyono, 2014)
Menurut Supriyadi (2018), peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut.
1.      Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2.      Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3.      Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
4.      Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
5.      Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
6.      Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
7.      Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
8.      Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial
9.      Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
10.  Undang-Undang No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran
11.  Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
12.  Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan
13.  Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

2.3.1        Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Menurut Supriyadi (2018), isi dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah sebagai berikut.

BAB 1
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
1.    Tempat kerja
 Tempat kerja terdiri atas.
 a.    Ruangan/lapangan 
 b.   Tertutup/terbuka
 c.    Bergerak/tetap
            2.    Pengurus
 Pengurus adalah pucuk pimpinan (bertanggung jawab/kewajiban)
3.    Pengusaha.
Pengusaha adalah orang/badan hukum yang menjalankan usaha atau tempat  kerja.
4.    Direktur
Direktur adalah pelaksana UU No. 1/1970 (diatur oleh Kepmen No. 79/Men/1977).
5.    Pegawai pengawas
     Pegawai pengawas mengawasi ketenagakerjaan.
6.    Ahli Keselamatan Kerja
Ahli keselamatan kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Depnaker.



BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
1.    Tempat kerja
Tempat kerja dalam wilayah hukum Republik Indonesia terdiri atas.
a.    Darat, dalam tanah
b.    Permukaan air, dalam air
c.    Udara
2.    Rincian Tempat Kerja
Rincian tempat kerja terdapat sumber bahaya yg berkaitan sebagai berikut.
a.    Keadaan mesin/ alat/ bahan
b.   Lingkungan kerja
c.    Sifat pekerjaan
d.   Cara kerja
e.    Proses produksi
3.    Kemungkinan untuk perubahan atas rincian tempat kerja

BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Pasal 3
1.    Arah dan sasaran yang akan dicapai melalui syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
2.    Pengembangan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja di luar ayat (1) IPTEK.
Pasal 4
1.    Penerapan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja sejak tahap perencanaan s.d pemeliharaan.
2.    Mengatur prinsip-prinsip teknis tentang bahan dan produksi  teknis
3.    Kecuali ayat (1) dan (2) bila terjadi perkembangan IPTEK dapat ditetapkan lebih lanjut.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 5
1.    Direktur sebagai pelaksana umum
2.    Wewenang dan kewajiban pengurus adalah sebagai berikut.
a.    Direktur (diatur oleh Kepmen No. 79/Men/1977)
b.    Pegawai Pengawas (diatur oleh Permen No. 03/Men/1978 dan Permen No.  03/Men/1984)
c.    Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (diatur oleh Permen No. 03/Men/1978 dan Permen No. 4/Men/1992)
Pasal 6
Panitia banding (ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja).
Pasal 7
Retribusi
Pasal 8
1.    Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan tenaga kerja
2.    Berkala  (diatur oleh Permen No. 02/Men/1980 dan Permen No. 03/Men/1983)
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9 
1.    Pengurus wajib menunjukan dan menjelaskan tenaga kerja baru
2.    Dinyatakan mampu dan memahami pekerja
3.    Pengurus wajib pembinaan
4.    Pengurus wajib memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja

                                                           BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (diatur oleh Permenaker No. 04/Men/1984)

BAB VII
KECELAKAAN
Pasal 11 
1.    Kewajiban pengurus untuk melaporkan kecelakaan
2.    Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan (diatur oleh Permen No. 03/Men/1998)

BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
1.    Memberi keterangan yang benar (dimintai oleh Pegawai Pengawas dan ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
2.    Memakai APD
3.    Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
4.    Meminta kepada pengurus agar dilaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
5.    Menyatakan keberatan kerja bila syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja tidak  dipenuhi dan APD yang wajib diragukan

BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13 
Barangsiapa akan memasuki suatu tempat kerja diwajibkan
menaati K3 dan APD

BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
1.    Menempatkan syarat-syarat K3 di tempat kerja (UU No.  1/1970 dan peraturan pelaksananya)
2.    Memasang poster K3 dan bahan pembinaan K3
3.    Menyediakan APD secara cuma-cuma

BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
1.    Pelaksanaan ketentuan pasal-pasal di atur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan
            2.    Ancaman pidana atas pelanggaran adalah sebagai berikut.
                  a.    Maksimum 3 bulan kurungan atau
                  b.    Denda maksimum Rp. 100.000
3.    Tindak pindana tersebut adalah pelanggaran
Pasal 16
Kewajiban pengusaha memenuhi ketentuan undang-undang ini paling  lama setahun (12 Januari 1970)
Pasal 17
Aturan peralihan untuk memenuhi keselamatan kerja VR 1910  tetap berlaku selama tidak bertentangan
Pasal 18
Menetapkan UU No. 1/ 1970 sebagai undang-undang keselamatan  kerja dalam LNRI No. : 1918 mulai tanggal 12 Januari 1970

  
2.3.2        Undang – undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan

BAB I
KETENTUAN UMUM

       Pasal 1

1.    Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
3.  Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4.    Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5.    Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

       Pasal 2

Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.

Pasal 4

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:
a.    memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b.    mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
c.    memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

BAB III
KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA

Pasal 5

Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.

Pasal 6

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

BAB IV
PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN
INFORMASI KETENAGAKERJAAN

Pasal 7

1.    Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja.
2.    Perencanaan tenaga kerja meliputi :
a.     perencanaan tenaga kerja makro; dan
b.    perencanaan tenaga kerja mikro.
3.    Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 8

1.    Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara lain meliputi :
a.    penduduk dan tenaga kerja;
b.   kesempatan kerja;
c.    pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja;
d.   produktivitas tenaga kerja;
e.    hubungan industrial;
f.    kondisi lingkungan kerja;
g.   pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan
h.   jaminan sosial tenaga kerja.
2.    Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperoleh dari semua pihak yang terkait, baik instansi pemerintah maupun swasta.
3.    Ketentuan mengenai tata cara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta pelaksanaan perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PELATIHAN KERJA

Pasal 9

Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.

Pasal 10

1.    Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
2.    Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja.

Pasal 11

Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

BAB VI
PENEMPATAN TENAGA KERJA

Pasal 31

Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.

Pasal 32

1.    Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
2.    Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
3.    Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

Pasal 33

Penenmpatan tenaga kerja terdiri dari:
a.    penempatan tenaga kerja di dalam negeri; dan
b.    penempatan tenaga kerja di luar negeri.

Pasal 34

Ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b diatur dengan undang-undang.

BAB VII
PERLUASAN KESEMPATAN KERJA

Pasal 39

1.  Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
2.     Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.

Pasal 40

1.  Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna.
2.   Penciptaan perluasan kesempatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja.

Pasal 41

1.        Pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja.
2.        Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengawasi pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3.        Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dibentuk badan koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
4.    Ketentuan mengenai perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, dan ayat (3) dalam pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING

Pasal 42

1.    Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
2.    Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
3.  Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.

Pasal 43

1.    Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
2.    Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan :
a.    alasan penggunaan tenaga kerja asing;
b.    jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;
c.    jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan
d.   penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.

Pasal 44

1. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
2. Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB IX
HUBUNGAN KERJA

Pasal 50

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Pasal 51

1.    Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
2. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52

1.      Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
       a.       kesepakatan kedua belah pihak;
       b.      kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
       c.       adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
       d.      pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
              kesusilaan, dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
2.      Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
3.      Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

Pasal 53

Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

BAB X
PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN

Paragraf 1 (Penyandang Cacat)

Pasal 67

1.    Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
2.    Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2 (Anak)

Pasal 68

                   Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.

       Pasal 69

1.  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
2.  Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.    izin tertulis dari orang tua atau wali;
b.   perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali
c.    dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah
d.   adanya hubungan kerja yang jelas; dan
e.    menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.

Pasal 70

1.        Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
2.       Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.
3.       Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat:
a.    diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b.    diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

BAB XI
HUBUNGAN INDUSTRIAL

Bagian Kesatu (Umum)

Pasal 102

1.    Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
2. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
3.  Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.

Pasal 103

Hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana:
a.     serikat pekerja/serikat buruh;
b.    organisasi pengusaha;
c.     lembaga kerja sama bipartit;
d.    lembaga kerja sama tripartit;
e.     peraturan perusahaan;
f.     perjanjian kerja bersama;
g.    peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan
h.    lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Bagian Kedua (Serikat Pekerja/Serikat Buruh)

Pasal 104

1.   Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.
3.   Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Bagian Ketiga (Organisasi Pengusaha)

Pasal 105

1.      Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.
2.      Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keempat (Lembaga Kerja Sama Bipartit)

Pasal 106

1.   Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
2.      Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
3.      Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
4.    Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kelima (Lembaga Kerja Sama Tripartit)

Pasal 107

1.      Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.
2.      Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari:
      a.  Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota; dan
      b. Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
3.    Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh.
4. Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.3.3        Peraturan Pemerintah terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Supriyadi (2018), peraturan pemerintah terkait keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut.
1.  Peraturan Pemerintah Tahun 1930 tentang Peraturan Uap
2.  Peraturan Pemerintan No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran
3. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
    Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
4. Peraturan Pemerintan No. 14 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian
    dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
5. Peraturan Pemerintan No. 14 Tahun 1979 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
    Sosial Tenaga Kerja

2.3.4        Peraturan Menteri terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Supriyadi (2018), peraturan menteri terkait kesehatan dan keselamatan kerja adalah sebagai berikut.
1.        Permenakertrans No. 08/MEN/VII/2010 tentang Pelindung Diri.
2.        Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per. 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
3.        Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per. 04/MEN/1980 tentang Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
4.        Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per. 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.


BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah standar aturan keselamatan dan kesehatan kerja ini, kami menyimpulkannya sebagai berikut.

1.      Standar keselamatan dan kesehatan kerja memiliki standarnya masing--masing, dari standar personil, standar manajemen, standar tempat kerja, dan standar peralatan kerja yang harus memenuhi persyaratan standar agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan untuk pekerja.

2.    Aturan keselamatan dan kesehatan kerja sudah diatur dalam beberapa aturan dasar, yaitu Undang--Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Peratura Pemerintah tentang keselamatan dan kesehatan kerja, Peraturan Menteri tentang keselamatan dan kesehatan kerja dan Keputusan Menteri terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

 




DAFTAR PUSTAKA


[1] Mondy, R. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
[2]  Supriyadi, A. (2018). 100+ Regulasi K3 2018. Cikarang: Katigaku.Top.
[3]  Triyono, M. B. (2014). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
[4]  Wibowo, H. (2018). Standar K3. Jakarta: SlidePlayer.
[5] Wigati, Y. S. (2004). Jurnal Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pembahasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam ISO .